Era digital membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ilmu-ilmu Ushuluddin dan ilmu-ilmu Adab. Namun, di balik kemajuan teknologi dan inovasi, terdapat tantangan serius yang dihadapi oleh ekosistem alam semesta, seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan lingkungan, termasuk praktik zero entry mining tambang yang merusak lingkungan.
Akhir-akhir ini menjadi perdebatan apa itu zero entry mining bagi bangsa Indonesia yang terus menerus alam lingkungannya dirusak dan mengakibakan bencana, seperti longsor dan banjir. Zero entry mining merupakan pendekatan pertambangan yang meminimalkan atau menghilangkan kehadiran manusia langsung di zona operasi berbahaya melalui otomatisasi, robotika, dan pengoperasian jarak jauh.
Konsep ini bertujuan mengurangi paparan pekerja terhadap risiko seperti kecelakaan, sambil meningkatkan efisiensi dengan mesin otonom seperti truk pengangkut besar, bor ledak, dan loader bawah tanah.
Sayyed Hossein Nasr, seorang filsuf dan teolog Muslim, telah mengembangkan konsep ekoteologi yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan menghormati ciptaan Allah. Beberapa karya Nasr yang relevan dengan topik ini adalah: “Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man” (1976), “Islam and the Environmental Crisis” (1992), “The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity” (2002), dan “Islamic Philosophy from Its Origin to the Present: Philosophy in the Land of Prophecy” (2006).
Dalam karya-karyanya, Nasr berpendapat bahwa krisis lingkungan saat ini disebabkan oleh hilangnya kesadaran spiritual dan filosofis tentang hubungan antara manusia dan alam. Nasr menekankan pentingnya memahami alam sebagai ciptaan Allah yang memiliki nilai intrinsik dan harus dihormati.
Dalam konteks ini, ilmu-ilmu Ushuluddin dan Adab harus dikembangkan untuk menjawab tantangan zero entry mining tambang dan krisis lingkungan. Kaum intelektual harus berperan aktif dalam mengembangkan metodologi dan pendekatan baru dalam mempelajari ilmu-ilmu Ushuluddin dan Adab, seperti menggunakan teknologi digital untuk menganalisis teks-teks klasik dan mengembangkan aplikasi berbasis AI untuk memahami konteks historis dan kultural.
Dengan demikian, kita dapat mewujudkan transformasi ilmu-ilmu Ushuluddin dan Adab yang lebih relevan dan efektif di era digital, dengan fokus pada menghadapi tantangan ekosistem alam semesta yang krisis, zero entry mining tambang, dan mengembangkan pemikiran ekoteologi yang sejalan dengan ajaran Islam.

