Surakarta, 30 Oktober 2025 — Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FUDA) UIN Raden Mas Said Surakarta sukses menyelenggarakan Seminar Internasional bertajuk “Islamic Philosophy and Local Wisdom with Strengthening Religious Moderation” pada Kamis, 30 Oktober 2025 di Aula Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN RMS Surakarta. Kegiatan ilmiah ini menjadi bagian dari kunjungan silaturahmi akademik Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten ke UIN Raden Mas Said Surakarta, dalam rangka memperkuat kolaborasi akademik dan pertukaran gagasan lintas kampus.
Seminar ini menghadirkan tiga narasumber lintas negara dan lintas keilmuan, yaitu:
- Dr. Masykur, M.A.Hum (Dekan FUDA UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten) berbicara tentang “Gotong Royong (Collective Solidarity) Culture as an Implementation of Humanitarian Hermeneutics”
- Dr. Andi Rosa, M.A. (Ketua Prodi Ilmu Hadis UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)
“Strengthening Religious Moderation through the Contextualization of Hadith Studies in Contemporary Society” - Prof. Dr. Hisanori Kato (Chuo University, Tokyo, Japan) “Intercultural Dialogue and Islamic Philosophy in Building Global Humanitarian Values.”
Gotong Royong sebagai Hermeneutika Kemanusiaan
Dalam sesi pertama, Dr. Masykur, M.A.Hum memaparkan bahwa budaya gotong royong merupakan refleksi konkret dari hermeneutika kemanusiaan dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa nilai kebersamaan dan solidaritas sosial yang hidup dalam budaya Indonesia memiliki akar kuat dalam ajaran Islam yang menekankan ukhuwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan).
“Gotong royong bukan sekadar warisan budaya, tetapi tafsir hidup dari ajaran Islam yang menekankan kerja sama, tolong-menolong, dan tanggung jawab sosial. Ketika masyarakat bergotong royong, mereka sedang menafsirkan nilai-nilai Al-Qur’an secara sosial,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Masykur mengajak peserta untuk menempatkan filsafat Islam tidak hanya dalam ruang wacana, tetapi juga dalam praksis sosial. “Hermeneutika kemanusiaan menuntut kita membaca teks suci dalam konteks kehidupan sosial. Di sanalah filsafat Islam menemukan relevansinya,” ujarnya.
Sementara itu, pada sesi kedua, Dr. Andi Rosa, M.A., menekankan bahwa penguatan moderasi beragama perlu didukung oleh pemahaman kontekstual terhadap hadis. Dalam paparannya, ia menyoroti pentingnya living hadith — pemaknaan hadis yang hidup dan beroperasi dalam praktik sosial masyarakat.
Menurutnya, “Hadis Nabi banyak mengandung nilai kemanusiaan universal, seperti keadilan, kasih sayang, dan keseimbangan. Ketika nilai-nilai ini diwujudkan dalam kehidupan sosial, maka sesungguhnya kita sedang mengimplementasikan moderasi beragama secara nyata.” Dr. Andi Rosa juga mencontohkan tradisi keislaman masyarakat Banten yang sarat dengan nilai-nilai toleransi, kebersamaan, dan semangat gotong royong sebagai bukti hidup dari prinsip rahmatan lil ‘alamin. Ia menegaskan, “Moderasi beragama tidak berarti memoderasi agama, tetapi menegakkan agama secara adil dan manusiawi.”
Sesi ketiga diisi oleh Prof. Dr. Hisanori Kato dari Chuo University Tokyo, yang memberikan perspektif global tentang peran filsafat Islam dalam membangun dialog antarbudaya dan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Dalam pemaparannya, Prof. Kato menjelaskan bahwa dunia saat ini menghadapi tantangan serius berupa krisis kemanusiaan dan polarisasi identitas. Filsafat Islam, menurutnya, memiliki kontribusi besar dalam membangun intercultural understanding karena menekankan keseimbangan antara akal, etika, dan spiritualitas.
“Dialog antara filsafat Islam dan kearifan lokal Indonesia, seperti gotong royong, adalah bentuk nyata dari sintesis intelektual dan moral yang mampu memperkuat moderasi beragama dan perdamaian global,” ujar Prof. Kato.
Sinergi Ilmiah dan Moderasi Beragama
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta, Dr. H. Kholilurrohman, M.Si. dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi wujud konkret kerja sama akademik lintas universitas dan lintas negara dalam mengembangkan kajian Islam yang moderat, terbuka, dan berakar pada nilai-nilai kemanusiaan.
“Melalui kolaborasi ini, kita ingin memperkuat paradigma keislaman yang berwawasan global namun berpijak pada kearifan lokal. Moderasi beragama harus menjadi nilai akademik sekaligus nilai sosial,” ungkapnya.
Kegiatan seminar internasional ini diakhiri dengan sesi diskusi interaktif dan penyerahan cenderamata antara perwakilan FUDA UIN Raden Mas Said Surakarta dan Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Antusiasme peserta menunjukkan bahwa sinergi antara Islamic philosophy و local wisdom menjadi jembatan penting dalam memperkuat nilai kemanusiaan dan persaudaraan global. (Esafa)



