
Tragedi Timur Tengah Media 2025
24/06/2025 – Konflik antara Israel dan Iran yang terjadi pada pertengahan tahun 2025 telah menciptakan kekhawatiran global. Betapa tidak, pertukaran rudal, termasuk rudal balistik sebagai unjuk kekuatan militer canggih antara kedua negara, berpotensi menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung bagi seluruh negara di dunia. Alih-alih menciptakan perdamaian dan keamanan, yang terjadi justru meningkatnya ketegangan serta ancaman krisis politik dan ekonomi secara global.
Konflik ini bermula dari perintah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang memerintahkan serangan udara terhadap situs-situs nuklir Iran di Isfahan pada Jumat dini hari, 13 Juni 2025, waktu Teheran. Serangan ini dinilai sebagai pelanggaran langsung terhadap kedaulatan Iran, sehingga memicu serangan balasan dari pihak Iran. Sejak saat itu, kedua belah pihak saling melancarkan serangan rudal hampir setiap hari, dan terus berlangsung selama lebih dari satu pekan.
Ironisnya, konflik ini semakin memburuk akibat tindakan sepihak Amerika Serikat yang pada Ahad pagi, 22 Juni 2025, mengirimkan tujuh pesawat pengebom B-2 Spirit dan menembakkan lebih dari 30 rudal Tomahawk dari kapal selam menuju tiga situs nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Serangan ini dinamakan “Operation Midnight Hammer”. Pesawat-pesawat pembom tersebut diberangkatkan dari Pangkalan Udara Whiteman di Missouri dan menempuh waktu penerbangan sekitar 18 jam menuju wilayah udara Teheran. Dalam serangan ini, setidaknya 14 bom penghancur bunker GBU-57/B Massive Ordnance Penetrators dijatuhkan untuk menghancurkan fasilitas pengayaan uranium bawah tanah Iran.
Setelah pengumuman resmi dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, seluruh dunia mengecam aksi tersebut. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, secara terbuka menyayangkan tindakan gegabah Amerika Serikat tersebut. Banyak pemimpin dunia khawatir akan eskalasi konflik yang dapat memicu terjadinya Perang Dunia Ketiga.
Pasca serangan Amerika tersebut, Iran semakin menunjukkan kemarahannya dan menuding Amerika Serikat telah melanggar Piagam PBB serta prinsip kedaulatan negara. Terlebih, serangan ini dilakukan di tengah berlangsungnya proses negosiasi diplomatik yang sedang dijalankan bersama Iran di Swiss.
Iran dalam Perspektif Sejarah
Dunia saat ini sedang menyaksikan peperangan jarak jauh dengan penggunaan senjata-senjata berteknologi tinggi. Pemerintahan Zionis Israel, di bawah Benjamin Netanyahu, dalam dua dekade terakhir dikenal memiliki sistem pertahanan udara canggih seperti Iron Dome, David’s Sling, dan THAAD yang merupakan bantuan dari Amerika Serikat. Namun, dalam perang melawan Hamas sejak 7 Oktober 2023, kemampuan sistem pertahanan tersebut dipertanyakan. Serangan masif dari Hamas dan sekutu-sekutunya—Hizbullah di Lebanon Selatan, Houthi di Suriah, serta Brigade Al-Qassam di Gaza—mengungkap kelemahan sistem pertahanan Israel ketika dihadapkan pada gelombang serangan rudal dan drone dalam jumlah besar.
Sebelum insiden 13 Juni 2025, Israel juga diketahui telah beberapa kali melancarkan serangan terhadap Iran, seperti serangan terhadap Kedutaan Besar Iran di Suriah serta terhadap tokoh-tokoh penting seperti Ismail Haniyyeh di Teheran dan pemimpin Hizbullah, Syekh Hasan Nasrallah, di Beirut.
Serangan balasan Iran yang dilakukan oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) menunjukkan kecanggihan militer yang mengesankan. Rudal-rudal balistik yang diluncurkan mampu menembus sistem pertahanan Iron Dome, David’s Sling, dan THAAD. Beberapa di antaranya bahkan memiliki kemampuan mengelabui radar dan menghantam sasaran dalam waktu kurang dari 15 menit sejak peluncuran.
Kemampuan militer ini merupakan hasil pembangunan teknologi secara mandiri oleh Iran selama puluhan tahun masa embargo dan isolasi ekonomi dari Barat. Setelah Revolusi Islam 1979, Iran berhasil menunjukkan kemampuannya dalam membangun kemandirian militer yang tidak banyak negara lain bisa capai dalam kondisi serupa.
Secara historis, kekuatan dan kecanggihan Iran saat ini tidaklah mengherankan. Persia—sebelum berganti nama menjadi Iran pada tahun 1935—merupakan salah satu peradaban besar dunia. Sejak era pra-Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa berperadaban tinggi, melahirkan tokoh-tokoh penting dalam bidang filsafat, pengobatan, dan sains seperti matematika dan aljabar.
Setelah masuknya Islam, bangsa Persia menjadi pilar penting dalam membangun peradaban Islam klasik, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Banyak ilmuwan besar seperti Imam Ghazali, Ibnu Sina, dan Al-Farabi berasal dari etnis Persia. Di masa pertengahan, dinasti-dinasti Persia seperti Buwaihiyah, Thahiriyah, Samaniah, dan Safawiyah turut membentuk era keemasan Islam yang sering disebut sebagai masa Renaisans Islam.
Iran dalam Masa Penjajahan dan Modernisasi
Secara teknis, Iran tidak pernah dijajah secara resmi oleh negara Barat. Namun, pada abad ke-19, pengaruh asing—terutama Inggris, Rusia, dan kemudian Amerika—sangat kuat, khususnya selama pemerintahan Dinasti Qajar. Meskipun Iran menyatakan netral dalam Perang Dunia I, Inggris dan Rusia tetap mencampuri urusan dalam negeri Iran. Pada 1919, Inggris berusaha menjadikan Iran sebagai wilayah protektoratnya, namun upaya ini gagal berkat keberhasilan Reza Shah Pahlavi menggulingkan Dinasti Qajar dan mendirikan Dinasti Pahlavi.
Pada masa Dinasti Pahlavi, Iran mengalami modernisasi dan westernisasi secara pesat, tetapi rakyat merasakan penindasan dan ketidakadilan, terutama terhadap kalangan ulama dan aktivis. Ketidakpuasan ini memuncak dengan Revolusi Islam 1979 yang dipimpin Ayatullah Khomeini, yang akhirnya berhasil menggulingkan Shah Mohammad Reza Pahlavi dan mendirikan Republik Islam Iran.
Sebaran Bangsa Persia
Secara geografis, bangsa Persia tidak hanya berada di Iran. Mereka juga tersebar di Irak, Afghanistan, dan sejumlah negara Asia Tengah seperti Uzbekistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Azerbaijan, dan Turkmenistan—wilayah yang dulunya merupakan bagian dari Uni Soviet. Mereka umumnya menggunakan bahasa Persia (Farsi), dan merupakan bagian dari rumpun Indo-Eropa dengan sejarah budaya, agama, dan sains yang panjang.
Pada masa kejayaan Kekaisaran Persia Kuno, wilayah kekuasaan mereka meliputi Semenanjung Balkan hingga Lembah Indus. Sepanjang sejarah, bangsa Persia telah menganut berbagai kepercayaan seperti Zoroaster, Kristen, Yahudi, Baha’i, Islam Sunni, dan akhirnya mayoritas menjadi pemeluk Islam Syiah.
Iran juga dikenal sebagai salah satu negara dengan cadangan minyak terbesar ketiga di dunia dan produsen gas alam terbesar kedua. Seluruh sumber daya alam ini dikuasai langsung oleh negara, tidak oleh korporasi asing.
Simpulan
Melihat perkembangan geopolitik dunia saat ini, khususnya konflik antara Israel dan Iran yang melibatkan Amerika Serikat, dunia menghadapi ketidakpastian besar. Ancaman terjadinya Perang Dunia Ketiga semakin nyata. Tindakan Israel yang secara terang-terangan melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza menjadi pemicu utama konflik ini.
Alih-alih melemahkan Hamas, Israel justru harus berhadapan dengan jaringan proxy Iran di kawasan seperti Hizbullah di Lebanon, Brigade Al-Qassam di Gaza, dan Houthi di Yaman. Dalam upaya memaksakan dominasi atas Gaza, Israel melakukan serangan langsung terhadap Iran dengan membombardir Isfahan, yang diduga sebagai pusat pengayaan uranium. Hal ini memicu reaksi keras dari Iran yang kemudian melancarkan serangan balasan secara intensif ke wilayah-wilayah strategis Israel.
Netanyahu akhirnya meminta dukungan Amerika Serikat, yang kemudian direspons cepat oleh Donald Trump dengan mengirimkan armada pengebom dan rudal ke Iran. Namun, langkah ini tidak meredakan situasi, malah membuat Iran semakin geram. Besar kemungkinan, konflik ini akan terus meluas.
Apakah Perang Dunia Ketiga benar-benar akan pecah? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Wallāhu a‘lam.
Editor : Zaky