Banten Lama, 26 Oktober 2025 — Dalam upaya memperkuat kesadaran publik terhadap pentingnya pelestarian warisan budaya bangsa, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII kembali menggelar kegiatan Sasaka Banten 2025 di Museum Kepurbakalaan Banten Lama. Mengusung tema besar “Merawat Budaya dan Nilai Luhur,” kegiatan ini menjadi wadah kolaboratif antara pemerintah, akademisi, budayawan, dan masyarakat untuk meneguhkan komitmen menjaga identitas kebudayaan nasional berbasis kearifan lokal Banten.
Museum Kepurbakalaan: Saksi Bisu Kejayaan Banten
Pemilihan Museum Kepurbakalaan Banten Lama sebagai lokasi kegiatan bukan tanpa alasan. Museum ini memiliki nilai simbolik yang tinggi, menjadi tempat penyimpanan berbagai peninggalan arkeologis, naskah klasik, artefak, dan benda bersejarah yang merekam jejak kejayaan Kesultanan Banten pada abad ke-16 hingga ke-18. Kawasan ini dahulu menjadi pusat peradaban maritim dan perdagangan yang ramai, serta dikenal sebagai pusat penyebaran Islam dan pengetahuan di Nusantara.
Dalam konteks tersebut, pelaksanaan Sasaka Banten di tempat ini menghadirkan makna reflektif: bahwa pelestarian budaya tidak dapat dipisahkan dari kesadaran sejarah dan identitas lokal yang telah membentuk karakter masyarakat Banten sejak masa lampau.
Kehadiran Tokoh dan Akademisi
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan lintas disiplin. Dari unsur akademisi, hadir Dr. Eva Syarifah Wardah, M.Hum dan Muhamad Nandang Sunandar, M.A dari Program Studi Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin dan Adab, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Turut serta pula Dr. Helmi Fauzi Bahrul Ulum, M.Hum dari Bantenologi, serta Dadan Sujana dari Banten Heritage, dua lembaga yang selama ini konsisten meneliti dan mengarsipkan kekayaan budaya Banten.
Selain itu, kegiatan juga dihadiri oleh para budayawan, sejarawan, pejabat pemerintah daerah, serta perwakilan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, dan komunitas adat seperti Suku Baduy Dalam, yang kehadirannya memperkuat nilai autentisitas tradisi Banten dalam konteks modern.
Pembukaan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon
Acara dibuka secara resmi oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang juga menjadi narasumber utama dalam kegiatan tersebut. Dalam sambutannya, Fadli Zon menegaskan bahwa pelestarian budaya tidak boleh dipahami semata sebagai upaya menjaga benda-benda peninggalan sejarah, tetapi juga harus mencakup pelestarian nilai, tradisi, dan pengetahuan yang hidup di tengah masyarakat.
“Cagar budaya tangible seperti masjid kuno, benteng, makam ulama, naskah klasik, dan artefak arkeologis merupakan bukti fisik perjalanan sejarah bangsa. Namun, cagar budaya intangible—seperti tradisi lisan, ritual keagamaan, kesenian debus, rampak bedug, serta praktik keilmuan pesantren—adalah ruh kebudayaan yang menjaga nilai spiritual dan sosial masyarakat Banten hingga hari ini,” ujar Fadli Zon dalam pidatonya.
Beliau juga menekankan pentingnya membangun ekosistem budaya yang sehat dan produktif dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari pegiat budaya, akademisi, komunitas seni, hingga masyarakat lokal. Dengan pendekatan ini, pelestarian budaya tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga menjadi gerakan berkelanjutan yang berkontribusi pada pembangunan ekonomi kreatif berbasis budaya.
Sesi Pemaparan dan Diskusi Interaktif
Dalam sesi utama, hadir sejumlah narasumber yang memperkaya perspektif acara, antara lain Nur Agis Aulia (Wakil Wali Kota Serang), Ade Hilman Djayadiningrat, dan Ferry Adrianto, dengan Putri Wartawarti sebagai moderator.
Wakil Wali Kota Serang, Nur Agis Aulia, dalam paparannya mengajak seluruh masyarakat untuk berperan aktif membangun Kota Serang dengan tetap menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya lokal. Ia menekankan bahwa kemajuan kota tidak boleh mengorbankan nilai-nilai tradisi yang telah membentuk karakter masyarakat Banten selama berabad-abad.
Sementara itu, Ade Hilman dan Ferry Adrianto menghadirkan sudut pandang historis dari keluarga Djayadiningrat, salah satu keluarga bangsawan Banten yang berperan penting pada masa pemerintahan kolonial. Keduanya menyoroti pentingnya memahami sejarah lokal sebagai bagian dari narasi besar sejarah bangsa Indonesia, sehingga generasi muda memiliki kesadaran akan akar identitasnya.
Diskusi interaktif yang berlangsung setelah sesi pemaparan menghadirkan antusiasme tinggi dari peserta. Para akademisi, pelajar, dan pegiat budaya terlibat dalam dialog kritis mengenai strategi pelestarian budaya yang adaptif di era digital, termasuk gagasan pemanfaatan teknologi untuk mendokumentasikan dan mempromosikan warisan budaya lokal.
Ekosistem Budaya dan Industri Kreatif
Dalam sesi penutup, Fadli Zon menegaskan pentingnya mengembangkan creative culture industry yang berbasis pada kekayaan budaya daerah. Menurutnya, pelestarian budaya akan semakin kuat bila didukung oleh ekosistem ekonomi yang mandiri dan kreatif, di mana situs sejarah, museum, dan tradisi lokal bisa diolah menjadi destinasi edukatif dan wisata budaya yang menarik bagi generasi muda.
“Warisan budaya yang kita miliki harus dijaga, tetapi juga harus dihidupkan kembali dalam bentuk yang relevan dengan zaman. Dengan kolaborasi antara masyarakat, akademisi, dan pemerintah, Banten dapat menjadi contoh provinsi yang mampu merawat warisan leluhur sekaligus menjadikannya sumber daya ekonomi dan kebanggaan nasional,” tambahnya.
Makna Simbolik Sasaka Banten 2025
Lebih dari sekadar acara tahunan, Sasaka Banten 2025 menjadi simbol kesadaran kolektif akan pentingnya melestarikan cagar budaya secara utuh—baik yang berwujud maupun yang tak berwujud. Kegiatan ini merepresentasikan semangat kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk menjaga kesinambungan sejarah dan kebudayaan bangsa di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang semakin cepat.
Melalui kegiatan ini, masyarakat diingatkan bahwa melestarikan budaya bukanlah nostalgia masa lalu, tetapi tindakan aktif merawat identitas, pengetahuan, dan nilai luhur bangsa. Sasaka Banten 2025 menunjukkan bahwa peradaban hanya dapat bertahan jika masyarakatnya terus menghidupkan warisan sejarah dengan kesadaran dan tanggung jawab bersama.


 
