Serang, 24–26 Oktober 2025 — Himpunan Mahasiswa Program Studi Sejarah Peradaban Islam (HMPS SPI) Fakultas Ushuluddin dan Adab, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, kembali menyelenggarakan kegiatan tahunan bertajuk PERADABAN 2025 (Penelitian Ragam Kesejarahan dan Kebudayaan Banten).
Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, mulai Jumat hingga Minggu, 24–26 Oktober 2025, dengan diikuti oleh 54 mahasiswa baru Program Studi Sejarah Peradaban Islam. Tahun ini, kegiatan PERADABAN mengangkat tema “Era Baru Peradaban: Menelusuri Sejarah dengan Rasa, Meneliti Pengetahuan dengan Asa, Membangun Peradaban dengan Cita.”
Kegiatan PERADABAN menjadi agenda penting bagi mahasiswa baru SPI karena berfungsi sebagai wadah pembelajaran awal untuk memahami nilai-nilai kesejarahan dan kebudayaan Banten secara langsung di lapangan. Selain itu, program ini juga menjadi bentuk nyata implementasi pembelajaran berbasis riset (research-based learning) yang menjadi ciri khas dari Prodi Sejarah Peradaban Islam.
Pembukaan: Semangat Riset dan Pengabdian Sejarah
Acara dibuka secara resmi pada Jumat pagi, 24 Oktober 2025, oleh Ketua Program Studi Sejarah Peradaban Islam, Muhamad Nandang Sunandar, M.Hum. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan pentingnya kegiatan ini sebagai upaya menumbuhkan semangat penelitian di kalangan mahasiswa baru.
“Mahasiswa SPI harus menjadi peneliti muda yang memiliki rasa ingin tahu tinggi terhadap sejarah dan kebudayaan bangsa. Dengan memahami masa lalu, kita belajar membangun masa depan peradaban,” ujar Nandang Sunandar.
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Ketua HMPS SPI, Alan Maulana, yang menegaskan bahwa kegiatan PERADABAN bukan sekadar program rutin tahunan, tetapi juga momentum pembentukan karakter akademik dan rasa cinta terhadap kebudayaan lokal.
Laporan kegiatan disampaikan oleh Ketua Pelaksana, Aat Septiadinata, yang menjelaskan bahwa kegiatan ini dirancang untuk mengasah kemampuan observasi, kerja sama, dan analisis mahasiswa melalui praktik penelitian lapangan di situs sejarah.
Pembekalan Materi: Fondasi Ilmiah dan Historis
Setelah acara pembukaan, peserta menerima empat materi penting dari para narasumber yang ahli di bidangnya.
- Siti Fauziyah membuka sesi pertama dengan materi “Pengenalan Sejarah Singkat Kawasan Banten Lama.” Ia menjelaskan bagaimana kawasan tersebut menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Banten, sekaligus pusat aktivitas ekonomi, sosial, dan keagamaan pada abad ke-16 hingga ke-18. 
 Ia menekankan bahwa memahami Banten Lama berarti menelusuri perjalanan panjang peradaban Islam Nusantara yang kaya nilai toleransi dan kearifan lokal.
- Aris Munjiat melanjutkan dengan materi “Sistematika Penelitian.” Ia memberikan panduan praktis tentang langkah-langkah ilmiah dalam penelitian sejarah, mulai dari pengumpulan sumber, analisis data, hingga penulisan laporan yang valid dan terukur. 
 “Sejarah bukan sekadar cerita, tetapi hasil penelitian yang sistematis dan bertanggung jawab,” tegasnya.
- Angga Pusaka mengisi sesi ketiga dengan tema “Pengantar Sejarah.” Ia mengajak peserta memahami konsep dasar sejarah, metode penelusuran sumber, serta pentingnya objektivitas dalam menulis sejarah agar tidak terjebak dalam mitos dan bias. 
- Sesi terakhir diisi oleh Muhamad Nandang Sunandar, yang membawakan materi “Pembekalan PERADABAN.” Beliau menekankan nilai-nilai dasar yang perlu dijaga mahasiswa selama penelitian lapangan, seperti semangat kritis, solidaritas, tanggung jawab, dan etika ilmiah. 
Hari Kedua: Eksplorasi Lapangan di Situs Sejarah Banten
Pada Sabtu, 25 Oktober 2025, kegiatan dilanjutkan dengan penelitian lapangan di tiga situs penting peninggalan sejarah Banten: Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, dan Benteng Speelwijk.
Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil dan didampingi oleh panitia, dosen pendamping, serta pemandu lokal (tour guide) yang memberikan penjelasan mendalam mengenai sejarah masing-masing situs.
Di Keraton Surosowan, peserta menelusuri sisa-sisa istana megah para sultan Banten yang dahulu menjadi pusat pemerintahan dan diplomasi dengan bangsa Eropa.
Di Keraton Kaibon, mereka mempelajari kisah Ratu Aisyah—sosok perempuan kuat dalam sejarah Banten yang dikenal karena kebijaksanaan dan keteguhannya.
Sedangkan di Benteng Speelwijk, mahasiswa mempelajari dinamika kolonialisme dan bagaimana masyarakat lokal mempertahankan identitasnya di tengah dominasi Belanda.
Kegiatan observasi ini melatih mahasiswa mengenali konteks ruang dan waktu dalam sejarah, sekaligus mengasah kemampuan mereka membaca “jejak diam” dari situs sejarah. Bagi sebagian peserta, pengalaman langsung ini menjadi momen berharga yang menumbuhkan rasa bangga dan tanggung jawab terhadap warisan budaya Banten.
Hari Ketiga: Diskusi, Refleksi, dan Penutupan
Memasuki hari terakhir, Minggu, 26 Oktober 2025, kegiatan diawali dengan senam pagi bersama, yang tidak hanya menjaga kebugaran tetapi juga mempererat hubungan antar peserta. Suasana penuh semangat dan kebersamaan menjadi ciri khas pagi itu.
Setelahnya, peserta mengikuti Focus Group Discussion (FGD). Setiap kelompok mempresentasikan hasil penelitian mereka di hadapan peserta lain, panitia, dan dosen pendamping.
Diskusi berlangsung dinamis — para mahasiswa saling bertukar pandangan mengenai nilai historis, arsitektural, dan sosial dari situs yang telah mereka kunjungi. Banyak ide kreatif muncul, seperti gagasan digitalisasi cagar budaya dan pelibatan masyarakat dalam pelestarian situs sejarah.
Menjelang siang, acara penutupan dilaksanakan secara resmi. Dalam suasana hangat dan penuh rasa syukur, panitia memberikan penghargaan bagi peserta dan kelompok paling aktif selama kegiatan.
Ketua HMPS SPI, Alan Maulana, dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung kegiatan ini.
“PERADABAN 2025 bukan hanya tentang belajar sejarah, tetapi tentang menanamkan karakter, membangun solidaritas, dan menumbuhkan kecintaan terhadap warisan budaya Banten. Semoga kegiatan ini menjadi awal dari perjalanan panjang mahasiswa SPI sebagai penjaga nilai-nilai peradaban,” ujarnya.
Menumbuhkan Cinta Sejarah dan Spirit Akademik
Kegiatan PERADABAN 2025 menjadi bukti nyata bahwa pembelajaran sejarah tidak harus terbatas di ruang kelas. Melalui pengalaman lapangan, mahasiswa belajar menghubungkan teori dengan realitas, serta memahami bahwa sejarah adalah cermin kehidupan yang harus terus dikaji, dihayati, dan diwariskan.
Dengan berakhirnya kegiatan pada Minggu siang, para peserta membawa pulang lebih dari sekadar pengetahuan — mereka membawa semangat baru untuk menjadi peneliti muda yang kritis, humanis, dan berintegritas.
PERADABAN 2025 diharapkan menjadi fondasi bagi mahasiswa Sejarah Peradaban Islam untuk terus menelusuri jejak masa lalu, meneliti dengan semangat ilmiah, dan membangun cita peradaban dengan nilai-nilai luhur Banten.



 
