Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memiliki makna yang mendalam dan kompleks. Untuk memahami makna tersebut, diperlukan pendekatan hermeneutika yang tepat. Salah satu pendekatan hermeneutika yang dapat digunakan untuk memahami Al-Qur’an adalah hermeneutika Paul Ricoeur. Dalam Opini Pekanan Dekan (OPEN) pada hari Senin, tanggal 3 November 2025, ini membahas bagaimana hermeneutika Paul Ricoeur dapat digunakan untuk memahami makna Al-Qur’an, khususnya dalam konteks ekoteologi.
Hermeneutika Paul Ricoeur: Sebuah Pendekatan
Paul Ricoeur adalah seorang filsuf Perancis yang terkenal dengan karyanya tentang hermeneutika. Menurut Ricoeur, hermeneutika adalah ilmu tentang interpretasi teks. Ricoeur berpendapat bahwa teks memiliki otonomi dan dapat dipahami secara independen dari niat penulis aslinya. Dalam konteks Al-Qur’an, ini berarti bahwa makna Al-Qur’an tidak hanya terbatas pada konteks historis dan budaya pada saat Al-Qur’an diturunkan, tetapi juga dapat dipahami dan diinterpretasikan dalam konteks kekinian.
Distanciation dan Appropriation
Ricoeur memperkenalkan konsep “distanciation” atau “penjarakkan” yang berarti bahwa teks dapat dipahami secara independen dari konteks aslinya. Dalam konteks Al-Qur’an, ini berarti bahwa makna Al-Qur’an dapat dipahami tanpa harus terikat pada konteks historis dan budaya pada saat Al-Qur’an diturunkan.
Ricoeur juga memperkenalkan konsep “appropriation” atau “penerapan” yang berarti bahwa pembaca atau penafsir Al-Qur’an harus mengaitkan makna Al-Qur’an dengan pengalaman dan konteks mereka sendiri. Dengan demikian, makna Al-Qur’an dapat dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Tafsir Ayat Ekoteologi
Salah satu contoh ayat Al-Qur’an yang dapat ditafsirkan dengan pendekatan ekoteologi adalah Surat Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Dalam tafsir ekoteologi, ayat ini dapat dipahami sebagai seruan untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Kata “tidak berbuat kerusakan di bumi” dapat diartikan sebagai larangan untuk melakukan aktivitas yang dapat merusak lingkungan dan ekosistem.
Dengan menggunakan konsep distanciation, kita dapat memahami bahwa ayat ini tidak hanya berlaku pada konteks historis dan budaya pada saat Al-Qur’an diturunkan, tetapi juga dapat dipahami dalam konteks kekinian. Dalam konteks ekologi, ayat ini dapat diartikan sebagai seruan untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan, serta menghindari aktivitas yang dapat merusak ekosistem.
Dengan menggunakan konsep appropriation, kita dapat mengaitkan makna ayat ini dengan pengalaman dan konteks kita sendiri. Sebagai contoh, kita dapat memahami bahwa ayat ini menyerukan kita untuk mengurangi penggunaan plastik dan mengurangi emisi gas rumah kaca, serta mempromosikan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
Kesimpulan
Dengan demikian, hermeneutika Paul Ricoeur dapat digunakan untuk memahami makna Al-Qur’an dalam konteks ekoteologi. Dengan menggunakan konsep distanciation dan appropriation, kita dapat memahami makna Al-Qur’an dalam konteks kekinian dan mengaplikasikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

